Krisis Ekonom

Artikel di Business News (ed. 7497) yang berjudul Krisis Ilmu Ekonomi dan Munculnya Paradigma Baru Ekonomi memuat agak terlalu banyak kesalahan fundamental untuk dikoreksi.

Di paragraf pertama, artikel ini mengidentikkan teori neo-klasik dengan liberalisme atau bahkan ultra-liberalisme. Dikatakan bahwa konsep ekonom neo-klasik adalah bahwa masyarakat harus membiarkan kebebasan sebesar-besarnya bagi manusia untuk melakukan kegiatan ekonomi atau dalam istilah umum disebut laissez-faire.

Bagaimana mungkin ekonom neo-klasik disebut sebagai pendukung atau advocate dari laissez faire yang pada hakekatnya tidak menemukan legitimasi bagi institusi non-pasar untuk ikut campur tangan di pasar, apalagi untuk mengendalikan perekonomian?

Untuk memahami perbedaan yang subtil ini orang perlu melongok lebih jauh ke lembaran sejarah abad ke-19 di Eropa, untuk mengetahui bagaimana terjadinya pembajakan istilah liberalisme di abad tersebut, sehingga konsep tersebut di jaman itu kini diasosiasikan penuh dengan konotasi negatif seperti yang dipahami oleh sebagian besar dari kita dewasa ini. Posting saya sebelumnya (Cek Kosong Demokrasi; khususnya di sub-bagian Milton Friedman) menyinggung hal ini.

Sebagai simpulan bagi yang mau instan, anggap saja ada Liberalisme 1 dan Liberalisme 2. Yang satu sangat positif; senafas dengan semangat perekonomian pasar yang laissez faire; yang kedua sangat negatif, yang sarat dengan intervensionisme dan statisme.

Liberalisme 1 kini harus disebut sebagai Liberalisme klasik. Sementara Liberalisme 2 adalah sebagaimana umumnya dipahami sekarang; Liberalisme. Di sini terlihat, para eksponen laissez faire dan perekonomian pasar bahkan harus kehilangan definisi kuncinya, karena sudah terbajak lewat propaganda.

Selain itu, paragraf terakhir dalam artikel di atas menyimpulkan bahwa ekonomi itu tidak bebas nilai.

Perlu ditandaskan bahwa ekonomi adalah disiplin yang wertfrei, bebas-nilai. Bukan berarti disiplin ini akan membawa ke nihilisme, melainkan bahwa ilmu ekonomi adalah disiplin positif (bukan normatif) yang mencoba menemukan hubungan sebab akibat yang sebenar-benarnya di dunia.

Seperti juga ilmu kedokteran yang bersifat bebas-nilai, orang perlu mempelajari virus AIDS atau kloning secara netral untuk memahaminya. Tetapi aplikasi ilmu ekonomi atau ilmu kedokteranlah yang memang sering melibatkan semacam penghakiman nilai.

No comments: