Esei Tentang Korupsi (3)

Dua Macam Korupsi

Dalam interaksi ekonomi di negara manapun, perlu dibedakan dua macam praktik korupsi: praktik yang dilakukan sesama pelaku bisnis (korupsi antara satu pelaku bisnis dengan pelaku lain atau KBB), dan praktik yang melibatkan pengusaha dengan pemerintah (korupsi antara bisnis dan pemerintah atau KBP). Dikotomi yang tampaknya sederhana ini ternyata amat vital bagi pemilihan fokus dan strategi suatu bangsa dalam perjuangan menanggulangi korupsi.

KBB, dalam bentuknya yang paling ringan, dapat berupa praktik-praktik suap untuk memperlicin jalan atau proses bisnis. Adalah perkara biasa jika pengusaha menyediakan sejumlah fasilitas kepada pengusaha calon mitranya. Motif ekonominya jelas: untuk menekan biaya formal yang dianggap lebih besar untuk suatu tujuan ekonomi. Pertimbangannya pun lugas: semua biaya KBB diharapkan terbayar melalui manfaat yang diterima perusahaan kelak. Praktik korupsi dalam pengertian ini dipandang sebagai ”pelumas roda usaha.”

Sedangkan dalam wujud terburuknya, praktik KBB menghasilkan keuntungan pribadi bagi pelakunya tanpa kehadiran padanan keuntungan bagi perusahaan. Di sini pelaku tersebut ibarat seekor ”tikus” yang menggerogoti keuntungan perusahaan. Dalam hal ini, pelaku korupsi dan perusahaan tempatnya bekerja dianggap sebagai pihak-pihak yang berbeda. Jika perusahaan tersebut dimiliki publik, maka yang menderita kerugian adalah pemegang saham. Namun demikian, dalam konteks perusahaan sudah terdapat mekanisme internal untuk mengawasi dan mengatasi perkara semacam itu, sehingga dapat dikatakan KBB relatif tidak terlalu mengkhawatirkan bagi, dan dapat diabaikan oleh, masyarakat.

Sebaliknya, praktik KBP menghasilkan keuntungan pribadi bagi pebisnis dan pejabat yang terlibat sambil di saat yang sama menimbulkan kerugian bagi perusahaan pesaing serta masyarakat luas. Aswicahyono (Kompas, 12/12/03) menunjukkan dengan baik betapa kerugian yang ditimbulkan KBP bukanlah sekadar redistribusi transfer; selain merugikan negara dalam hal pajak, KBP juga menimbulkan biaya ekstra (mis. untuk pengawasan korupsi), pemburuan keuntungan melalui rente (melobi pemerintah agar membuat kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu), misalokasi sumber daya, inefisiensi ekonomi, hingga penurunan produktivitas nasional.

(Bersambung: Fokus & Strategi Penanggulangan)

No comments: