Perempuan, Keperempuanan dan Poligami

Judul: Membela Perempuan
Penyunting: Ali Hosein Hakeem
Penerbit: Al Huda, Jakarta
Cetakan: I (pertama), Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005
Tebal: viii + 310 halaman

Posting ini berisi resensi singkat, tanggapan dan kesan-kesan pertama saya tentang buku tersebut, yang sampai saat saat ini masih saya pinjam dari istri tercinta. Menukik langsung ke rekomendasi pribadi, saya pikir buku ini perlu dibaca oleh pria maupun wanita yang tertarik dengan isu-isu jender, feminisme, isu keperempuanan, atau kaum pria yang tertarik pada, atau yang berniat melakukan..., poligami!

Sebagai paket bunga rampai, buku ini layak mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya.

Penghargaan pertama adalah untuk penerjemah, yang telah melakukan tugasnya secara profesional dan baik. Saya tidak ingat lagi kapan pernah membaca buku terjemahan dengan kalimat yang lugas serta lancar sebagus itu, seperti yang telah dilakukan oleh penerjemah buku ini. Saya jadi tertarik siapa dia gerangan sang penerjemah ini. Namanya baru kali ini saya dengar dan terdengar agak aneh: Jembala Gembala, entah nama samaran atau bukan. Saya tidak kenal dirinya, dan belum pernah mendengar namanya. Tapi saya siap meneraktirnya makan siang! Bagi saya, ia telah berhasil menjinakkan teks bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, sehingga menjadi lancar, mudah dan indah.

Penghargaan kedua adalah untuk penyusun dan penerbitnya atas dimensi cakupan bunga rampai yang cukup luas membahas isu-isu di atas. Juga untuk kedalamannya yang lebih dari cukup, serta pembahasan ilmiahnya yang cukup bertanggungjawab. Saya tidak tahu siapa Ali Hoesin Hakeem ini, sang penyunting. Info mengenai dirinya hampir tidak dapat ditelusuri, pun di internet. Ini agak aneh, bahkan cenderung misterius; tidak semua orang dapat menyajikan bacaan serius macam ini.

Di bagian belakang buku ini terdapat tulisan (blurb) yang relevan bagi mereka--termasuk saya-- yang menggugat konsep jender dalam hal spiritualitas manusia (atau ruh). Khusus untuk pertanyaan pribadi ini, saya belum tahu apakah presentasi dan substansinya cukup memuaskan; perlu pembacaan yang saksama. (Arahnya adalah mencari alternatif justifikasi bahwa manusia secara fisik dapat saja berupa lelaki atau perempuan; tetapi semua orang memiliki elemen maskulin dan feminin, dan dalam hal menyangkut ruh (spirit) isu serta konsekuensi perbedaan kelamin/jender tidak relevan.)

Melalui riset kecil melalui internet saya berhasil menemukan resensi buku ini dari harian Republika, yang menjelaskan sedikit banyak tentang cikal-bakal atau latar belakang penulisan artikel-artikel dalam buku ini. (Silakan baca Wacana Perempuan dalam Islam.)

Salah satu bab paling menarik dan istimewa adalah yang mengkaji isu poligami. Menurut saya, ini tulisan paling komprehensif tentang poligami selama ini. Di dalamnya dikaji aspek-aspek historis (pre- dan pasca-Islam), psikologis, sosio-ekonomis lintas-waktu, serta pandangan Islam yang cukup komprehensif terhadap praktik tersebut. Poligami telah ada jauh sebelum Islam; agama ini sukses menghapuskan poliandri dan berhasil "memperhalus" poligami.

Yang agak aneh dan perlu digarisbawahi dalam bab ini justru bagian kesimpulannya. Republika online mengatakan buku ini "mendukung poligami," dan begitu pula kesan pertama saya. Menurut istri saya, tidak demikian halnya. Setelah saya baca ulang, kesan saya adalah sbb: kesimpulan dalam bab ini agak melenceng dari uraian yang panjang lebar dari sang penulis bab tentang fenomena poligami. Pemerian dan penjabaran yang sedemikian bagus, obyektif, dan komprehensif tentang segala hal menyangkut poligami seharusnya tidak dapat direduksi menjadi: "pemihakan yang cukup kuat terhadap praktik poligami."

Yang cuma membaca simpulannya akan terseret ke kesimpulan demikian, sebagaimana halnya peresensi di Republika. (Di bagian ini saya berharap dapat membandingkannya dengan teks asli.) Menurut "pemaknaan" saya, penulis buku ini justru dengan halus ingin mengatakan bahwa memang poligami dapat merupakan pilihan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pilihan lain (e.g. pelacuran, perjinahan, dll); dan bahwa di abad modern ini hampir tidak ada lelaki yang mampu memenuhi syarat-syarat, atau layak, untuk berpoligami sebagaimana yang ditetapkan dalam ajaran Islam.

Terakhir, untuk menambah kredibilitas karya semacam ini dan untuk mengakui kontribusi para penulisnya, Al-Huda sebagai penerbit buku seyogyanya memberi info tentang mereka bagi sidang pembaca Indonesia.

1 comment:

Nad said...

testing...