Why We Should Not Encourage 'Em Street Children

Somewhat related to a not-so-recent post on the Peril of Sedekah, today I received an email message forwarded from a so called Sahabat Anak persuading us not to chip in money to underage street beggars, because only scanty of our donation will improve welfare. Instead, we are advised to give them nutritious food or drinks. The title translates: We throw away Rp 1.5 billion every day. I have found the appeal convincing and would like to subscribe to this view.

QUOTE:

Kita membuang Rp 1,5 milyar receh setiap hari

Sadarkah Anda, bahwa kita, penduduk Jakarta, setiap harinya membuang uang receh hingga mencapai 10 digit setiap harinya, ke jalanan. Mari kita berhitung. Jumlah anak jalanan di Jabodetabek saat ini berdasarkan data terakhir dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencapai angka 75.000. Pendapatan mereka seharinya bisa mencapai Rp 20.000 - Rp 30.000. Bila kita ambil Rp 20.000 dikalikan 75.000 anak, berarti kita membuang uang receh (cepek, gopek, seceng) sebesar 1.500.000.000 alias 1,5 milyar per hari!

Kita membuat mereka betah di jalan. Perhitungan matematis di atas menimbulkan satu pertanyaan ironik yang besar. Bisa jadi kitalah yang membuat anak-anak itu betah berada di jalan. Dengan mengamen, mengemis, menyapukan kemoceng di atas dashboard mobil, atau menyodorkan amplop sumbangan - satu anak jalanan usia SD bisa memiliki penghasilan yang beda tipis dengan lulusan diploma. Begitu mudah bagi mereka. Tanpa perlu capek-capek sekolah, susah-susah melamar kerja, toh hasilnya hampir sama: jajan, main dingdong, dan setoran.

Tanpa maksud menggurui, Sahabat Anak sepakat dengan salah satu program UNICEF, yakni berhenti memberi uang kepada anak-anak jalanan. Dari sekian penelitian yang dilakukan sejumlah LSM, uang yang diperoleh anak-anak marjinal ini, sebagian besar tidak mendukung peningkatan kesejahteraan mereka. Jajan, ada di peringkat pertama; main dingdong atau permainan elektronik lainnya, menjadi pilihan kedua; terakhir, setoran ke orang tua atau inang/senior sebagai pelindung mereka di jalanan. Jadi, bocah-bocah berpenampilan kumuh ini pun tetap miskin, tetap terancam putus sekolah, dan tetap berkeliaran di jalan.

Siapkan biskuit, permen, susu kotak. Setelah memahami penjelasan di atas, keputusan dikembalikan kepada Anda semua. Mari, menjadi sahabat anak yang tidak memanjakan, tapi melakukan tindakan serta bantuan yang langsung bisa mereka nikmati. Sebagai pengganti uang receh, berikan mereka nutrisi bergizi atau barang layak pakai. Mulai sekarang, sediakan dalam tas atau mobil Anda: biskuit, permen, buah, susu kotak/botol, atau barang-barang bermanfaat lainnya - yang langsung bisa diberikan saat tangan-tangan kecil itu menengadah di dekat Anda.

UNQUOTE

(Source: Sahabat Anak)

4 comments:

Anonymous said...

Thanks for the post. I really agree with this idea. Streets are not children's playgound.

Admin said...

It's what's happening when tourists go to other developing countries too, there are more recommendations to give a pencil, pen or notebook rather than money...even as little as your left-over cents in your wallet, it'll encourage those kids to stay on the street instead. What we've been doing is rewarding this begging behavior than discouraging it. I think what Sahabat Anak is promoting is a good thing for those Jabotabek kids/beggars..., but then what if they'll sell what you're giving to get the money instead at the end? :-)

Thanks for the info, Nad...

Anonymous said...

For more information about Sahabat Anak, please visit http://www.sahabatanak.com

Nad said...

u-din, maya and gildas, thank you all.